Home   About   Contact

Sunday, February 9, 2014

Obat sakit Gigi Tradisional Suku Karo

Meski perkembangan pengobatan secara medis akhir-akhir ini berkembang cukup pesat di Indonesia, tapi keberadaan pengobatan alternatif atau pengobatan secara tradisonal masih juga banyak digemari. Tidak hanya digemari oleh masyarakat pedesaan, tapi masyarakat perkotaan yang berpendidikan tinggi juga kerap mencobanya.

Begitu juga dengan keberadaan sakit gigi yang dialami oleh seseorang. Meski sering dianggap sebagai penyakit ringan, tetapi keberadaanya kerap membuat penderitanya merasa pusing bahkan mengalami bengkak pada bagian pipi. Dengan kenyataan seperti ini membuat penderita sakit gigi jadi malas beraktivitas.

Meski sangat menyiksa, tetapi karena keberadaan sakit gigi masih dipresepsikan sebagai penyakit ringan, sehingga untuk penangannya kerap pula dilakukan secara sederhana, yaitu dengan menggunakan ramuan tradisional seadanya, tanpa melakukan pengobatan secara medis.

Bagi Anda yang ingin mencoba pengobatan sakit gigi secara tradisional, maka pada kesempatan kali ini akan disajikan informasi tentang obat sakit gigi tradisional dari suku Karo di Sumatera Utara. Suku Karo yang memiliki berbagai pengetahuan tentang dunia pengobatan secara tradisonal, ternyata juga memiliki resep ampuh untuk menyembuhkan sakit gigi.

Apakah resep dan cara pengobatan sakit gigi secara tradisonal oleh suku Karo? Berikut ini merupakan beberapa pengobatan tradisonal untuk mengatasi sakit gigi secara lengkapnya untuk Anda pelajari dan diterapkan:

1. Cabe Rawit
Masyarakat Karo pada umumnya juga menggunakan cabe rawit atau dalam bahasa Karo dengan istilah cina cur untuk menyembuhkan sakit gigi. Caranya ambillah satu biji cabe rawit merah. Apabila gigi yang sakit terdapat pada bagian kiri baik gigi bagian bawah atau atas, maka oleskanlah cabe rawit yang telah disiapkan sebelumnya di kuku kaki dibagian kiri. Begitupun sebaliknya, bila gigi yang sakit berada pada sebelah kanan, maka oleskanlah cabe rawit pada bagian kuku kaki yang sebelah kanan.

2. Baja
Baja adalah obat yang digunakan untuk mengobati sakit gigi atau sakit tulang oleh masyarakat Karo. Bahannya adalah ranting pohon tusam atau pinus, bahan ini kemudian dibakar di bara api, kemudian sebelum terbakar habis, ranting pohon tusam tersebut kemudian digesek-gesek ke besi atau parang hingga menghasilkan minyak. Minyak inilah yang dinamai baja. Pemakaian baja untuk mengatasi sakit gigi adalah dengan cara mengoleskan baja pada bagian gigi yang sakit.

Meski pengobatan sakit gigi dengan menggunakan baja tergolong paling berhasil, tetapi pada kenyataanya mencari bahannya juga sangat sulit, khususnya di daerah perkotaan. Dengan demikian, maka pengobatan alternatif dengan menggunakan cabe rawit juga pantas Anda coba mengingat bahannya cukup sederhana dan mudah untuk didapatkan.

Saturday, February 8, 2014

Mengenal Guru atau Tabib Dalam Masyarakat Karo

Guru adalah terminologi umum bagi orang Karo untuk menyebut seseorang yang berperan sebagai tabib. Beberapa orang Karo lainnya mensinonimkan kata guru dengan kata dukun. Guru ini sangat berperan dalam ritual-ritual keagamaan atau upacara-upacara bagi orang Karo.

Mengingat pada kehidupan masyarakat Karo tradisional segala kegiaatan selalu dihubungkan dengan roh-roh gaib dan upacara ritual,  serta suatu kompleks penyembuhan, guna-guna dan ilmu gaib, sehingga sebagian aspek penting dalam kepercayaan tradisional Karo tersebut dalam pelaksanaanya selalu terpusat pada guru.

Selain itu orang Karo yang meyakini bahwa selain dihuni oleh manusia, alam juga merupakan tempat bagi roh-roh gaib atau mahluk-mahluk lain yang hidup bebas tanpa terikat pada suatu tempat tertentu, untuk itu diperlukan beberapa aktivitas-aktivitas yang dapat menjaga keseimbangan alam.

Dengan kenyataan seperti ini, sehingga peranan seorang guru mencakup berbagai aspek yang luas yang berkaitan erat dengan konsepsi tentang kosmos, dimana guru adalah sebagai pelaksana utama sebagai pembentuk keseimbangan dalam diri manusia sendiri dan lingkungannya, maupun keseimbangan “makro-kosmos” dalam konteks yang lebih luas.
Dalam hal ini peranan seorang guru bagi masyarakat Karo tradisional dianggap memilki banyak pengetahuan yang mendetail tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan dan kejadian- kejadian dalam hubungannya dengan kehidupan.

Selain itu bagi masyarakat Karo tradisional, keteraturan dalam kosmos sudah terbentuk sejak Dibata (Tuhan) menciptakan manusia dan dunia, bahwa si nasa lit (segala yang ada) dikuasai oleh Dibata . Alam semesta merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh, yang dapat dibagi secara “vertikal” (tegak lurus) dan secara “horizontal” (mendatar).

Mengingat kesejukan badan dan pikiran merupakan dasar dari keadaan sehat, yaitu keadaan sejuk dan seimbang antara “makro-kosmos”, sehingga prinsip ini yang kemudian menyebabkan mengapa seorang guru melakukan beberapa upacara ritual dengan tujuan untuk mendapatkan keadaan yang serba malem (sejuk/tenang).

Menurut para guru, terganggunnya hubungan-hubungan dalam “mikro-kosmos” seseorang berarti adanya keadaan tidak seimbang dalam tubuhnya, yaitu ketidakseimbangan antara tubuh, jiwa, perasaan, nafas dan pikiran.

Dengan demikian, sehingga bagi orang Karo, guru adalah sebutan untuk orang-orang tertentu yang dianggap memiliki keahlian melakukan berbagai praktek dan kepercayaan tradisional, seperti: meramal, membuat upacara ritual, berhubungan dengan roh atau mahluk gaib, perawatan serta penyembuhan kesehatan dan lain-lain. Guru dianggap memiliki pengetahuan yang mendetail mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan. Secara harfiah sama artinya dengan kata “guru" (lehrer) dalam bahasa Indonesia. Tetapi sebagai sebuah peranan biasanya diartikan dengan kata “dukun” dalam bahasa Indonesia.

Selebihnya beberapa para ahli yang telah mengadakan penelitian mengenai keberadaan guru pada masyarakat Karo memandang bahwa keberadaan guru pada masyarakat ini merupakan sebagai suatu “kumpulan informasi”, ahli sejarah, ahli penyembuhan, ahli theologi, ahli ekonomi dan juga merupakan suatu “ensiklopedi” yang mengembara di tengah-tengah masyarakat.

Dalam hal ini sosok guru adalah sebagai sosok mengumpulkan, mendaftar dan memakai sebagian besar pengetahuan-pengetahuan yang ada dalam masyarakat. Untuk melakukan suatu upacara dengan baik, guru harus mengikuti aturan-aturan tertentu, suatu hal yang memperlihatkan bahwa kemampuannya memang banyak. Dia harus mengetahui cerita yang menjelaskan asal upacara itu yang sering berkaitan dengan asal mula dunia.

Selain itu sosok seorang guru juga harus mengetahui tumbuh-tumbuhan mana yang diperlukan untuk melaksanakan suatu upacara dan dia harus mengetahui tindakan-tindakan dan mantera-mantera yang perlu dijelaskan kepada peserta-peserta lainnya. Selebihnya Guru juga merupakan pemelihara ceritera-ceritera lama, tradisi-tradisi dan mitos-mitos yang merupakan harta karun sastera Karo.

Siapakah sebenarnya orang yang berhak menjadi seorang guru? Menurut keyakinan orang Karo, maka hanya orang-orang pilihan saja yang dapat menjadi seorang guru. Peran sebagai guru dianggap telah ditentukan dari sejak lahirnya seseorang dengan memiliki tanda-tanda kelahiran tertentu. Bahkan peran sebagai guru telah dianggap dimiliki seseorang sejak dia berada dalam kandungan Ibunya berdasarkan kata Dibata si mada tenuang atau kehendak dari Tuhan sang pencipta. Dalam hal ini, peran sebagai guru sudah merupakan suratan takdir dari Yang Maha Kuasa.

Selain itu menurut pendapat umum termasuk para guru mengatakan bahwa seseorang jika paroses kelahirannya tidak istimewa, tidak lain dari pada yang lain ataupun tidak memiliki ciri fisik tertentu, maka seseorang tidak akan dapat menjadi guru jenis apa pun juga.

*) Dikutip dari tulisan: GURU (TABIB) DALAM MASYARAKAT KARO: Kajian Antropologi mengenai Konsep Orang Karo tentang Guru dan Kosmos (Alam Semesta) oleh Sri Alem Br.Sembiring, M.Si